Minggu, 03 Juni 2012

ADAKAH PUASA RAJAB? itu...


ADAKAH PUASA RAJAB?

             Setiap kali datang dibulan Rajab, sebagian masyarakat ada yang melaksanakan puasa Rajab dengan alasan banyak sekali Fadhilahnya (keutamaannya), namun ada juga yang berkata: puasa rajab tidak di anjurannya/tidak disunnahkan,karena tidak ada hadits shahih dari Nabi S.a.w yang menjelaskan tentang puasa pada bulan Rajab dan keutamaannya. Sementara semua hadits yang terdapat dalam masalah ini merupakan hadits-hadits lemah dan bahkan palsu yang sama sekali tidak shahih. Ini merupakan pendapat para Ulama’ yang telah melakukan penelitihan terhadap masalah ini.(Shiyam at-tathawwu’ Fadha’il wa ahkam,hal:70.oleh Usama Abdul Aziz), Oleh karena itu melalui buletin “KAAFAH” penulis ingin membahasnya, adapun mengenai ayat Al-Qur’an ada yang membicarakan tentang bulan-bulan haram, yang diantaranya ialah bulan Rajab, Allah SWT berfirman:

¨bÎ) no£Ïã Íqåk9$# yZÏã «!$# $oYøO$# uŽ|³tã #\öky­ Îû É=»tFÅ2 «!$# tPöqtƒ t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# šßöF{$#ur !$pk÷]ÏB îpyèt/ör& ×Pããm 4 šÏ9ºsŒ ßûïÏe$!$# ãNÍhŠs)ø9$# 4 Ÿxsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkŽÏù öNà6|¡àÿRr& 4 (#qè=ÏG»s%ur šúüÅ2ÎŽô³ßJø9$# Zp©ù!%x. $yJŸ2 öNä3tRqè=ÏG»s)ムZp©ù!$Ÿ2 4 (#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)­GãKø9$# ÇÌÏÈ  
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.      (QS.At-Taubah/9:36)

              Bulan-bulan haram itu ada empat, tiga berurutan dan yang satu menyendiri, adalah pelaksanaan ibadah haji dan umrah, jadi sebelum bulan-bulan haji, ada satu bulan yang diharamkan yaitu: Dzulqa’dah karena pada saat itu mereka berhenti dari peperangan, dan bulan dzulhijjah itu di haramkan, karena mereka melaksanakan ibadah haji, sedangkan di haramkannya satu bulan setelahnya, Muharram, agar mereka bisa pulang ke negeri mereka dengan aman, di haramkan Rajab yang berada di tengah tahun, untuk memudahkan orang-orang yang berada dipinggiran Jazirah arabiyah, jika ingin umrah, atau berziarah ke Baitullah, mereka bisa melakukan dan kembali kenegerinya dengan aman.               (Tafsir Ibnu Katsir,jld:4 hal:129),
             jadi kesimpulannya empat bulan haram itu kita dilarang mengadakan peperangan, dan ini sudah menjadi konsensus sejak zaman pra islam (jahiliyah). Tetapi, dengan pengertian lebih luas, bulan haram adalah larangan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Karena itu, dalam ayat tersebut dikatakan”maka janganlah kamu menganiayah diri kamu dalam bulan yang empat itu.istilah “menganiayah diri” atau yang biasa disebut dengan “Dhaalimun binafsih” adalah perbuatan dosa, dan dosa adalah berpangkal dari nafsu, maka untuk mengantisipasinya adalah dengan menahan nafsu “Imsakun nafs”, sedang cara menahan nafsu yang paling efektif adalah dengan puasa. Karena itu secara umum Rasulullah S.a.w menyeruhkan berpuasa pada bulan-bulan haram itu.
عَنْ عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الأَنْصَارِىُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ - وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِى رَجَبٍ - فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ.
“Dari Utsman bin Hakim al-Anshari ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang puasa rajab-sedangkan kami waktu itu sedang berada dibulan rajab-maka jawabnya: Aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Rasulullah S.aw pernah berpuasa (Rajab) hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka, tetapi beliaupun berbuka, hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah berpuasa.                                                                                 ( Muslim: 2782 Musnad Ahmad :2046, Sunan Kubra Lil Bayhaqy:8686, Syu’abul iman:3519)
Imam Nawawi dalam syarah Muslim mengatakan:
قَوْله : ( سَأَلْت سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْم رَجَب ، فَقَالَ : سَمِعْت اِبْن عَبَّاس يَقُول : كَانَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوم حَتَّى نَقُول : لَا يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ : لَا يَصُومُ )الظَّاهِر أَنَّ مُرَاد سَعِيد بْن جُبَيْر بِهَذَا الِاسْتِدْلَال أَنَّهُ لَا نَهْيَ عَنْهُ ، وَلَا نَدْب فِيهِ لِعَيْنِهِ ، بَلْ لَهُ حُكْم بَاقِي الشُّهُور ، وَلَمْ يَثْبُت فِي صَوْم رَجَب نَهْيٌ وَلَا نَدْبٌ لِعَيْنِهِ ، وَلَكِنَّ أَصْلَ الصَّوْمِ مَنْدُوبٌ إِلَيْهِ ، وَفِي سُنَن أَبِي دَاوُدَ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَدَبَ إِلَى الصَّوْم مِنْ الْأَشْهُر الْحُرُم ، وَرَجَب أَحَدهَا . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
Zhahirnya apa yang dimaksud oleh Sa’id bin Jubair terhadap riwayat yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tersebut, bahwa berpuasa dibulan Rajab itu tidak ada larangan, juga tidak ada sunnah khusus, namun puasa itu sendiri (selain Ramadhan) adalah sunnah, sementara dalam sunan Abu Dawud dikatakan:”Bahwa Rasulullah S.a.w menyunatkan berpuasa dibulan-bulan haram itu,”yakni, di bulan-bulan haram disunnahkan berpuasa, tetapi tidak ada puasa khusus selain Arafah (9 Dzulhijjah) dan ‘Asyurah (10 Muharram).
(Syarah Muslim:1960, Aunul Ma’bud syarah Abu Dawud:2075)
Karena itu Syaikh Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa (25/290), mengatakan:
“Adapun mengenai puasa Rajab secara khusus, maka seluruh haditsnya adalah lemah dan bahkan palsu yang tidak dijadikan acuan oleh para Ulama’. Hadits-haditsnya bukan tergolong hadits lemah yang boleh diriwayatkan dalam masalah Fadhail al-a’mal (amal-amal yang baik), tetapi tergolong sebagai hadits-hadits palsu yang dibuat-buat”.

Ibnul Qayyim dalam Al-Manar al-Munif (hal:66) mengatakan:
“Semua hadits yang menerangkan tentang puasa Rajab dan shalat yang dilakukan pada sebagian malamnya adalah hadits palsu”.
As-Subki dalam ath-Thabaqat al-Wustha (Hamisyi Thabaqat asy-syfi’iyah al-Kubra juz:VII hal.11), mengatakan:
“Ibnu Sam’an berkata:”Tidak ada hadits Shahih yang menjelaskan tentang disunnahkannya puasa Rajab secara khusus. Sementara semua hadits yang ada dalam masalah ini adalah hadits lemah yang tidak disukai Ulama’)”.
Ibnu Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif (hal:228), mengatakan:
“Tidak ada hadits shahih dari Nabi S.a.w dan para shahabatnya secara khusus menerangkan keutamaan puasa Rajab”.
Al-‘Iraqi dalam Syarah at-Tirmidzi, disebutkan oleh al-Manawi dalam Faidhul Qadir (4/18), mengatakan:
“Tidak ada hadits Shahih yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab”.
Ibnu Himat ad-Dimsyq dalam at-Tamkit wa al-Ifadah (hal:112), Mengatakan:
“Tidak ada hadits shahih dalam bab puasa Rajab dan keutamaannya. Bahkan terdapat hadits yang justru memakruhkannya”.
Ibnu Hajar rahimahullah telah menyusun buku yang membahas masalah ini yang berjudul,: Tabayyun al-‘Ujb fi Fadhail Rajab, di dalam buku ini ia menghimpun semua hadits yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab dan keutamaan puasanya. Dia membagi hadits-haditsnya menjadi dua kategori; hadits-hadits yang lemah dan hadits-hadits yang maudhu’ (palsu). Pada halaman 23 dia mengatakan,”Tidak ada hadits shahih yang layak dijadikan hujjah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab, keutamaan puasanya, keutamaan puasa tertentu dan keutamaan melakukan shalat malam tertentu, sebelumku Imam Isma’il al-Harawi al-hafidh telah menegaskan hal ini.
          Berikut ini kami nukilkan hadits yang sangat dhaif dan hadits maudhu’ lagi sangat populer untuk dijadikan pedoman oleh sebagian masyarakat terhadap tuntunan puasa Rajab , Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu abbas bahwa Rasulullah S.a.w bersabda:
صَوْمُ أَوَّلِ يَوْمٍ مِنْ رَجَبٍ كَفَّارَةُ ثَلاَثِ سِنِيْنَ وَالثَّانِي كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَالثَّالِثِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ ثُمَّ كُلِّ يَوْمٍ شَهْرًا) أيْ صَوْمُ كُلٍّ يَوْمٍ مِنْ أَيَّامِهِ اْلبَاقِيَةِ بَعْدَ الثَّلاَثِ يُكَفِّرُ شَهْرًا
Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab manghapus dosa selama tiga tahun, berpuasa pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun dan bepuasa pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun, kemudian untuk setiap harinya menghapus dosa selama sebulan”. (hadits ini dikeluarkan oleh al-Khallal dalam Faydhul Qadir syarah jami’ushaghif:5051) juga dalam At-Taysir Syarah Jami’usshaghir Lil Manaawi,Juz:2 hal 186).As-Syuyuthi mencatat hadits tersebut dalam bukunya al-Jami’ush Shaghiir dari Al-Khallal dan dia mendhaifkannya, sementara pensyarahnya mengatakan: sanad hadits tersebut saqith (gugur)
فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلىَ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ اْلقُرْآنِ عَلىَ سَائِرِ اْلكَلاَمِ (قَالَ عَلَي اْلقَارِي: قَالَ اْلعَسْقَلاَنِي : مَوْضُوْعٌ
Keutamaan bulan Rajab dibandingkan dengan bulan-bulan lain adalah seperti keutamaan kalamullah melebihi segala macam omongan. (Ali al-Qari mengatakan, bahwa as-Astqalani mengatakan: Hadits ini maudhu’ (Palsu)
          Perkataan Syaikh Shalih bin Fauzan hafidhallahu : berpuasa pada hari pertama bulan Rajab adalah bid’ah dan bukan bagian dari syari’at. Tidak ada hadits Nabi S.a.w tentang puasa rajab secara khusus. Maka berpuasa pada hari pertama bulan Rajab dan meyakininya sunnah adalah perbuatan yang salah lagi bid’ah.(Fatawa ramadhan (2/734).
         Ibnu Taimiyah mengatakan: Shalat Khusus di malam tanggal 27 Rajab dan sebagiannya itu ghairu masyru’ (tidak disyari’atkan) berdasarkan kesepakatan para imam, dan tidak ada yang melakukannya kecuali orang bodoh dan ahli bid’ah. Semuanya ini dapat kita ruju’ dalam kitab “as-Sunan wal Mubtada’ ( yang sunnah-sunnah dan yang bid’ah),Oleh syaikh Muhammad Abdul Salam Khidir asy-Syuqairi, hal:140-144).
           Kesimpulannya, puasa Rajab secara khusus    tidak ada / tidak disyari’atkan, apalagi sampai ditentukan mulai tanggal 1 sampai 27 (Isra’ Mi’raj), sementara puasa sunnah, seperti senin- kamis, Nabi Daud atau Ayyamul baidh di bulan Rajab itu baik-baik saja, berdasarkan anjuran nabi untuk berpuasa di bulan-bulan haram.lihat juga (Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama,Jld:2 hal:133),dan (Islam dalam kehidupan keseharian,hal:147, Oleh KH.Mu’ammal Hamidi)
                                                                                 Oleh : Muhammad Basir